Jumat, 24 Desember 2010

Kuantitas dan Kualitas Sastra (cyber)

Menjadi lebih hebat dari orang lain adalah sebuah anugerah atau egoisme?
Aku tak tau pasti namun yang jelas kulihat dari pancingan status emosionalku beberapa hari kebelakang aku tau bahwa pada dasarnya semua orang ingin disebut si hebat, entah hebat dalam bidang apa.

Namun dalam kasus ini aku ambil satu masalah yaitu tentang dunia sastra online atau istilah kerenya 'sastra cyber' yang setahuku sama saja, namun ada satu hal yang paling menonjol dari itu semua yaitu... banyaknya sastrawan dadakan setelah adanya jejaring sosial facebook ini.

Kebanyakan dari para penulis ini belajar secara otodidak dan berguru pada orang yang dianggapnya sorang penyair ulung, namun tetap saja hanya sekadar karbitan pada mayoritasnya.
Kita ambil contoh di FB ini amat banyak menelurkan buku puisi cetak maupun cerpen dll yang bila dipandang dari dunia sastra adalah suatu kemajuan dan kemunduran yang sangat signifikan.

1.Kemajuanya adalah betapa menyenangkan mendapat banyak bibir bibit sastra yang sangat berlimpah dan antusiasme mereka untuk berkarya teramat besar, dan aku akui aku juga berawal daru dunia online sejak tahun 2006 akhir untuk belajar sastra... mungkin kita sama atau pembaca malah lebih.

2.Namun kemajuan jumlah dalam bilangan tak sebanding dengan kualitas, seperti pilem india... kuantitas mengalahkan kualitas dan sepertinya berlaku juga dalam facebook ini, mereka berani mencetak buku hanya bermodalkan semangat dan maaf mungkin terbawa arus jempol.
Kesenjangan lain juga terjadi ketika para penulis muda dan baru mulai merasa mampu dan anti kritik, sekali dikritik malah marah marah dan merasa lebih hebat dengan jawaban yang seenaknya, namun mari kita lihat bagi yang menerbitkan buku malah berubah profesi menjadi pedagang buku, dan bukan pedagang puisi.

Dan jiwa seni yang mereka dapatkan terpuaskan hanya dengan sebuah buku atau puluhan bahkan ratusan jempol,sebuah dilema yang besar pada dunia sastra Indonesia ketika banyak bibit namun sedikit yang berbunga benar benar... malah seperti bibit jamur di musim penghujan.
Dan tulisan ini bukanlah untuk merendahkan seseorang atau beberapa kelompok tertentu namun hanya sekedar menceritakan betapa gundahnya melihat banyaknya buku terbit tanpa kualitas yang benar benar terjaga, dan pada akhinya malah menjadi pedagang buku...

Jika ditanya dengan apa kutulis semua ini, maka akan kujawab dengan hati dan perasaanku aku menulis
Dengan tulisanku aku bicara, semoga sedikit banyak dapat memacu atau jika membuat gerah beberapa orang saya sarankan mari bertanya pada diri masing masing...
Sudah Pantaskah Aku.. jika aku, belum merasa  pantas untuk menyebut diriku sastrawan atau penyair, sebab sastrawan dan penyair bukan hanya bertanggung jawab pada tulisanya saja namun juga pada lingkungan sekitarnya dan dampak apa yang diakibatkan dari tulisanya tersebut

Selain itu mari kita buka lagi buku tuntunan puisi, siapa tau ada yang terlewat
'menjadi penulis/penyar harus sudah siap mental dan pengetahuan'


NB: dulu sekali pernah juga membahas mirip seperti ini, tapi beda kukira hahah silahkan baca juga di sini
http://harijogja.wordpress.com/2010/05/03/menjadi-kreatif-dengan-kritik-puisi/


salam hormat dan maaf
Haridjogja

Tidak ada komentar:

Posting Komentar